Ketika masuk di gerbang bagian penerimaan Tamu (BAPENTA) Pondok Modern Al-Amanah baik putra maupun putri akan nampak tulisan KE PONDOK APA YANG KAMU CARI ?. Terkadang menjadi candaan sesama penghuni “Warung Fotocopy” dengan jawaban bahwa ke pondok ingin mencari ini dan itu dengan berbagai jawaban candaan lainnya…
Menurut saya pertanyaan itu adalah sebuah pertanyaan mendasar bagi siapapun yang ingin hendak melakukan perjalanan, pastilah muncul dalah hati mau kemana dengan apa tujuan yang ingindari dari perjalanan itu. Begitu juga dengan mahasiswa yang ingin masuk perguruan Tinggi manapun, Apa tujuannya? Tentu saja jawabannya adalah itu tidak salah salah, tidak salah alamat, tidak salah wessel, tidak keliru dalam berprasangka. Tidak salah sangka, tidak over convidence, tidak merasa ujub jika masuk ke situ, dan tidak merasa “bodoh” jika barangkali gagal sekali di ujiannya. Maka pertanyaan mendasar ini diajukan, “ke Al-Amanah apa yang kau cari”
Dalam konteks Al-Amanah, pertanyaan ini mengandung arti yang jauh lebih komplek. Ketika santri masuk ke kampus, maka akan menjumpai pertanyaan ini terpampang besar di depan dinding BAPENTA. Tujuan pertamanya sama dengan tujuan semua lembaga pendidikan, agar para santri tidak salah alamat dan salah prasangka masuk ke Al-Amanah.
Apa yang kau cari? Bisa bahasa Arab? Bisa bahasa Inggris? Pandai berpidato? Mahir olahraga? Terampil Pramuka? Bisa manajemen? Atau apa? Kalau niat awal kita bisa bahasa Inggris atau Arab, tiga bulan saja kita sudah bisa ngomong Arab dan Inggris. Kalau niat kita pandai berpidato, cukup ikut kursus publik speaking maka selesai masalah. Kalau pengen mendapatkan Ijasah, diluar banyak dijual ijasah, tinggal kita beli, ijasah dapat. Kalau Cuma itu tujuan kita, di Al-Amanah setahun saja saya kira kita sudah akan mendapat itu semua. Lalu apa yang sebenarnya kita cari?
Yang saya cari ILMU DAN PENDIDIKAN…..
Kalau ilmu yang kita cari, maka konsekwensinya adalah harus memahami bahwa sebelum ilmu itu kita dapatkan kita tidak akan berhenti mencari. Kalau harus mengulang, kalau harus tidak naik, kalau harus tidak tidur untuk belajar, kalau harus siap menjawab semua soal ujian yang di Al-Amanah 100 % adalah soal essai tanpa pilihan ganda, walau harus sakit karenanya, tapi kita tidak akan berhenti sampai ilmu itu kita fahami, sampai ilmu itu kita dapatkan. Maka itu, tidak naik kelas di Al-Amanah bukanlah sebuah aib, tidak lulus di Al-Amanah adalah momentum memperbaiki apa yang belum kita kuasai pada ilmu itu. Siap mental…Siap bertaruh nasib…
Yang kedua, mencari ilmu itu harus Kaffah, menyeluruh. Ibarat kita makan soto, tidak akan enak kalau di makan satu satu. Kol-nya dimakan dulu, lalu bihunnya kita makan, lalu kecambah kita makan, lalu suwiran ayamnya, baru kita minum kuahnya, setelah itu kita hisap kecapnya, begini ini kapan enaknya?? Tapi kalau dimakan semua, ya nasinya, ya kol-nya, ya kecambanhnya, ya kuahnya, ya kecapnya, ya ayamnya itu rasanya nikmat sekali.
Sama juga belajar, kalau belajar bahasa Arab saja, atau bahasa Inggris saja, atau pramuka saja selama 6 tahun maka tentu akan membosankan dan melelahkan. Tapi kalau belajar nahwu, sharf, balaghah, reading, grammar, dictation, latihan pidato, olah raga, pramuka, seninya dipelajari, disiplinnya, matematika, fisika, kimia, belajar berdagang, dan sebagainya, Insya Allah 6 atau 4 tahun tidak akan terasa, bahkan akan terasa kurang rasanya….
Selanjutnya adalah PENDIDIKAN. Dia lebih dari sekedar pengajaran. Pendidikan itu meliputi akhlaq aqidah dan ibadah. Dia bukan sekedar di ajarkan tapi juga di contohkan. Di Al-Amanah, diajarkan bahwa semua yg dilihat, yang didengar, yang dirasakan adalah pendidikan. Maka itu, dari mulai kyai, guru, santri, pekerja bangunan, “tante” tukang masak, sampai tukang laundry semuanya mau tidak mau harus ikut aturan AL-Amanah. Setidaknya menghormati aturan itu, karena semua itu akan dilihat, dirasakan, di dengar oleh santri. Dan itu semua masuk di ranah pendidikan…
Begitu pula aktifitas santri, senikmat apapun bermain bola, ketika bel mandi sore di kumandangkan, maka total harus berhenti. Apalagi jika baca al quran di baca dari masjid. Mau yang di hadirkan itu timnas brazil sekalipun, atau bermain dan belum sampai 45 menit. Kalau bermain di lapangan dalam kampus Al-Amanah, maka tottally arested. Karena mereka diliihat para santri. Sama dengan jika kita bermain musik, marching band, berlatih bela diri, berlatih senam, dan yg lain jika mendengar adzan, maka sementara berhenti. karena musik itu di dengar, bela diri itu dirasakan, dan itu semua adalah pendidikan. Lebih luas, lebih jauh, lebih mengajar, lebih kompleks dari sekedar pengajaran.
Sekali lagi…Ke Al-Amanah, apa yang kau cari?