Beratnya Jadi Mubabbir (Pengurus) Rayon (Asrama) itu….
Beberapa hari terakhir ini pemberitaan di Media Online, maupun media sosial tersiar bahwa Pengurus Rayon (orang luar pondok menyebutnya dengan kata “senior”) tapi santri memanggil mereka dengan panggilan Yal Akh yang berarti kakak telah melakukan tindakan kekerasan kepada adik-adiknya karena melakukan pelanggaran bahasa. menanggapi berita ini seorang wali santri yang merasa kasihan dengan pemberitaan yang hampir setiap hari menjadi topik pembicaraan para netizen bertanya tentang apa sebenarnya tugas dari Pengurus Rayon (asrama) ?
bapak/ibu wali santri sekalian…
Dari sejak dipilihnya kelas lima menjadi mudabir rayon maka sudah pasti di pilih juga ketua Rayon dengan seleksi ketat dari pengasuhan santri. Mereka dipilih bukan di lotre. Dipilih dengan seksama dengan berbagai pertimbangan, seperti kematangan berfikir, kemampuan mengambil tindakan, dan kesabaran. Kenapa seperti itu? karena Tugas yg harus mereka hadapi sangat berat. Mengawal dan mengatur kehidupan se rayon (asrama) tentu berat. Apalagi ditengah kehidupan pesantren yang kegiatannya nyaris tidak pernah berhenti selama 24 jam ini dengan anggota kamar yang terdiri dari puluhan hingga ratusan santri dengan karakter yang berbeda-beda.
Mereka harus tahu dan siap melapor jika ada anggotanya yangg tidak hadir ketika pengabsenan. Mencarinya jika belum jelas ada dimana. Melapor kepada bagian kesehatan jika ada anggotanya yangg sakit. Menjaga disiplin diterapkan bahkan ketika para santri tidur. Mereka harus memastikan anggota kamarnya terlelap sebelum mereka berbaring di kasurnya. Itu yang ke pengaduan. Belum lagi ke bagian bahasa. Memastikan mufrodat (vocabularies) tersampaikan kepada anggota. memastikan bahwa kosakata yang diberikan telah digunakan oleh anggotanya, Memastikan mahkamah bahasa terjaga, dan beratnggung jawab atas kehilangan yang terjadi di rayon.
Selain itu pengurus rayon juga harus memastikan bahwa anggotanya telah melakukan antri untuk mengambil sarapan pagi, makan siang dan malam, memastikan bahwa telah melaksanan tahajjud dan dhuha disetiap jadwalnya serta memastikan Rayonnya mengikuti semua kegiatan pesantren dari kegiatan bahasa, olahraga maupun seni. Jika gagal?? Ya bersiap saja diganti, berarti dia belum siap menerima amanah. Nah, di tengah semua kesibukan itu, dia harus bisa membagi waktunya dengan urusan pribadinya. Belajarnya, ngafal Qur’anya, tugas pelajaran fisika, kimia dan matematika dari ustadz, belum lagi jika ada masalah pribadi seperti misalnya uangnya belum dikirim dari orang tua, atau bajunya basah semua dan belum kering karena hujan, atau mungkin ortunya sakit . Semua masalah itu harus dia tanggung sendiri. Sendiri dan sebagai lelaki dia harus selalu bisa tersenyum dibalik segala beban tadi.
Jikalau melihat begitu beratnya tugas seorang ketua dan pengurus rayon diatas. Seharusnya sangat kita maklumi jika mungkin ada kesalahan yang mungkin juga dia lakukan. Meski inipun sama sekali tidak diperkenankan di pesantren. Melakukan tindakan kekerasan di Pesantren saat ini adalah dosa besar. Bisa ganti jadi pengurus atau malah bisa di keluarkan dari pondok. Jadi jika mungkin di cubit kecil atau di jewer oleh ketua Rayon yg berat tugasnya ampun- ampunan sudahlah, kita coba maklumi saja, siapa tahu memang dia, ada masalah sehingga dia khilaf.
Jika memang sudah keterlaluan, tetap jangan di buli. Laporkan tindakan tersebut kepada bagian pengasuhan dan biarkan pondok menjalankan manajerial soal ini. Insya Allah pondok punya cara tersendiri. Bisa jadi apa yang akan dilakukan oleh pondok kurang memuaskan di mata kita. Tapi siapa sih yg bisa memberi balasan sesuai keinginan kita selain kepuasan kita sendiri. Jadi terimalah keputusan pondok itu, percayalah, keputusan ustadz adalah keputusan Kyai, keputusan Kyai adalah petunjuk Allah, jadi apapun keputusan pondok adalah rangkaian kehendak Allah. Terimalah, ikhlaslah, insya Allah kita Akan menerimanya suatu saat nanti. Dan saat itulah kita sadari ternyata itu adalah sebuah keputusan Yang sempurna… insya Allah…
Terkadang kita bertindak memang menggunakan kacamata kita, kita hanya merasakan sakitnya anak kita di jewer misalnya, atau anak kita di sakiti, mungkin kita belum pernah mencoba untuk ikut merasakan beratnya rasanya jadi mudabir itu. Maka cobalah menggunakan kacamata seorang mudabbir dalam hal ini. sehingga tindakan kita bisa jauh lebih terprogram setelahnya. Bukan sekedar kaca mata putera kita semata.
Marilah kita bermuhasabah diri, bagaimana jika pribadi kita sedang ada masalah pribadi, masalah Keluarga, masalah pekerjaan dikantor dan saat itu datang anak kita mengusik konsentrasi kita dalam menghadapi masalah tersebut, bagaimana respon kita ?
Laa haula walaa kuwwata illa billah
One Comment
Mahyuddin
Bedakan antara sangsi fisik dengan kekerasan fisik Saya tidak mau ada kekerasan fisik. Sangsi fisik pun harus ada batasnya